Bakti Transportasi untuk Negeri: Mengurai Kecelakaan dengan Ilmu dan Hukum

Billy Retha
Reporter Billy Retha 30 Views

Oleh: Eddy Suzendi, S.H.

Advokat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

Jakarta, Go.TeropongRakyat.co – Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) yang diperingati setiap 17 September menjadi momentum refleksi atas capaian dan tantangan transportasi Indonesia. Dengan semangat “Bakti Transportasi untuk Negeri” dan pedoman Lima Citra Manusia Perhubungan, momen ini seharusnya menjadi ruang evaluasi menyeluruh terhadap keselamatan, keteraturan, dan keadilan transportasi.

Namun, tingginya angka kecelakaan lalu lintas menunjukkan lemahnya budaya keselamatan serta absennya kajian ilmiah berbasis Research and Development (R&D). Tanpa pendekatan saintifik, kejadian serupa akan terus berulang, menelan korban jiwa, dan menggerus makna bakti transportasi bagi negeri.

Transportasi: Urat Nadi Pembangunan

Transportasi bukan hanya sarana mobilitas, melainkan juga cermin kualitas peradaban bangsa. Melalui Harhubnas, insan perhubungan diajak menghidupi Lima Citra Manusia Perhubungan: bertaqwa, tanggap, tangguh, terampil, dan bertanggung jawab.

- Advertisement -

Namun capaian itu tidak cukup diukur dari pembangunan infrastruktur fisik atau seremoni, melainkan dari seberapa besar transportasi mampu menyelamatkan nyawa, memberi rasa aman, dan menjamin keadilan akses.

Kondisi Empiris

Data Korlantas Polri hingga pertengahan 2025 mencatat:

- Advertisement -

Ratusan ribu kecelakaan terjadi setiap tahun, dengan puluhan ribu korban meninggal dunia.

Lebih dari 70% kecelakaan melibatkan kendaraan roda dua.

Meski ada tren penurunan pada semester I 2025 dibanding 2024, tingkat fatalitas masih tergolong tinggi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa transportasi kita belum sepenuhnya menunaikan bakti untuk negeri, karena keselamatan publik masih terancam setiap hari di jalan raya.

Perspektif Ilmiah: R&D yang Terabaikan

Selama ini, penyelidikan kecelakaan umumnya berhenti pada kesalahan pengemudi. Padahal, kecelakaan adalah kejadian multidimensional yang melibatkan faktor manusia, kendaraan, infrastruktur, hingga manajemen lalu lintas.

Tanpa kajian ilmiah mendalam, pola kecelakaan tidak pernah terurai tuntas. Akibatnya:

1. Titik rawan kecelakaan (black spot) tidak dianalisis dengan benar.

2. Material kendaraan yang tidak sesuai standar tetap beredar.

3. Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan (PM 85/2018) diabaikan.

4. Kebijakan pencegahan tidak berbasis bukti (evidence-based policy).

Inilah yang membuat setiap tragedi hanya ditangani secara reaktif, bukan preventif.

Perspektif Hukum: Tanggung Jawab Negara dan Korporasi

Regulasi terkait keselamatan transportasi sebenarnya sudah jelas, antara lain UU No. 22/2009 tentang LLAJ, PP No. 74/2014, dan PM No. 85/2018. Aturannya menegaskan bahwa:

Negara wajib menyediakan jalan yang laik fungsi dan fasilitas keselamatan.

Perusahaan angkutan wajib melaksanakan manajemen keselamatan.

Pengemudi wajib memenuhi standar kompetensi dan kelayakan kendaraan.

Namun dalam praktiknya:

Negara sering abai pada pemeliharaan jalan dan pengawasan usia kendaraan.

Perusahaan angkutan lebih mengejar keuntungan ketimbang melaksanakan kewajiban R&D dan keselamatan.

Penegakan hukum masih terfokus pada individu, bukan pada tanggung jawab sistemik.

Akibatnya, hukum lebih berperan represif daripada preventif.

Strategi Perbaikan

Agar Bakti Transportasi untuk Negeri benar-benar nyata, langkah berikut harus segera dilakukan:

1. R&D Wajib dalam Investigasi Kecelakaan – setiap kecelakaan diteliti secara saintifik, hasilnya dipublikasikan sebagai dasar kebijakan.

2. Penegakan Hukum Sistemik – tanggung jawab tidak hanya pada pengemudi, tetapi juga perusahaan, regulator, dan penyedia infrastruktur.

3. Standardisasi & Pengawasan Ketat – uji berkala, uji tipe, dan masa pakai kendaraan wajib diawasi tanpa kompromi.

4. Integrasi Budaya Keselamatan – Lima Citra Perhubungan harus diwujudkan dalam sikap nyata, dengan menempatkan keselamatan sebagai prioritas.

5. Transparansi & Akuntabilitas Publik – data kecelakaan dan hasil kajian harus dibuka ke publik sebagai bentuk kontrol sosial.

Penutup

Harhubnas bukan hanya seremoni, melainkan refleksi atas bakti transportasi bagi negeri. Bakti itu baru bermakna jika diwujudkan dengan keberanian menegakkan hukum, komitmen pada R&D, dan pengamalan nilai Lima Citra secara nyata.

Tanpa kajian ilmiah yang komprehensif, kecelakaan lalu lintas akan terus berulang dan korban terus berjatuhan. Inilah kewajiban moral, ilmiah, sekaligus hukum kita bersama: menjadikan transportasi sebagai pemersatu bangsa, penyelamat nyawa, dan cermin keadilan sosial.

 

Transportasi Hebat, Indonesia Kuat.

Bakti Transportasi untuk Negeri.

 

Eddy Suzendi, S.H.

Advokat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Advokat LLAJ untuk Sistem Transportasi yang Selamat & Berkeadilan.

 

Bagikan Berita ini
Tulis Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *